Anda Harus Bijaksana Mengatasi Egoisme - Renungan Harian Yakobus 3:14-16

 

(Yakobus 3:14-16)

Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat”.

 

Dalam masyarakat modern sering terjadi suatu tendensi, dimana kehidupan manusia terlalu individuallistik. Masing-masing hanya mementingkan dirinya sendiri. Dengan istilah lain manusia terlalu egoistis. Apakah karena pengaruh perkem-bangan tegnologi? Apakah disebabkan tekanan ekonomi? Apakah disebabkan persaingan yang semakin ketat? Berbagai kemungkinan yang menyebabkan sehingga hidup mementingkan diri sendiri atau sifat yang egois itu semakin meningkat.

Harus diakui bahwa Egoisme adalah paham yang terdapat dalam diri manusia sejak masa kanak-kanak. Kehidupan seorang bayi secara total tergantung pada ibunya. Dunia yang dikenalinya sangat sempit, seolah-olah dialah pusat seluruh dunia. Sekalipun dalam proses pertumbuhan, lambat laun ia meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki masa muda, kemudian bertumbuh menjadi dewasa, tetapi sifat egois itu sulit untuk lepas dari diri setiap orang.

Banyak orang yang sering mencela sesama-nya dengan perkataan “kamu itu egois”, “dasar manusia egois” dan sebagainya. Wah…, kasar nian hujatan itu! Namun bisa besar kemungkinan bahwa yang berkata itu sesungguhnya tidak sadar bahwa dia adalah pribadi yang egois! Apakah sebenarnya sifat egois itu? Egois berasal dari kata “ego” yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang negatif. Ego dapat memiliki makna sebagai “aku”; sebuah pribadi, diri sendiri, sebuah konsep individu tentang dirinya sendiri. Tidak ada yang negatif dari kata ini. Ego justru merupakan suatu langkah kebaikan dimana seorang individu sadar akan diri-nya sendiri. Namun, ketika kata “ego” diberi akhiran “is” dan menjadi “egois”, artinya menjadi individu yang mementingkan diri sendiri. Inilah sifat yang banyak merajalela dalam diri manusia. Sifat ini sulit dideteksi oleh orang yang bersangkutan. Itulah sebabnya banyak orang yang merasa loyal memikirkan orang lain, namun yang sesung-guhnya betul-betul egois.

Pribadi yang egois adalah pribadi yang meli-hat segala sesuatu dari kacamatanya sendiri. Priba-di yang egois selalu membela diri dalam segala pendapat. Subyektivitas merupakan tolak ukur dalam segala hal, baik dalam perbincangan sehari-hari maupun dalam hubungan kerja disemua tem-pat. Seorang yang egois sulit untuk memahami pikiran orang lain. Seorang yang egois hampir tidak bisa mengerti perasaan orang lain. Seorang yang egois selalu menuntut orang lain untuk mengikuti pendapatnya. Pribadi yang egois juga pribadi yang mementingkan dirinya sendiri. Dia sangat sulit untuk mempertimbangkan kebutuhan orang lain, melainkan senantiasa mengedepankan kebutuha-nya di atas kebutuhan orang lain. Jadi pribadi yang egois adalah pribadi yang susah sekali untuk tulus, sebab semuanya terorientasi untuk kepentingannya sendiri.

Setelah dipaparkan di atas tentang bagaimana sifat egois itu, dapat disimpulkan bahwa sifat itu adalah sifat yang sangat merugikan diri sendiri. Karena sifat egois akan menghancurkan hubungan dengan orang lain, baik dalam hal hubungan rumah tangga (suami istri dan anak), hubungan keluarga, hubungan kerja, hubungan pelayanan dan dalam segala hubungan lainnya. Oleh karena sangat berbahaya sifat egois itu, maka sekarang dapat disimpulkan bahwa sifat itu sangat mengganggu stabilitas kehidupan. Sifat itu harus dikikis. Sifat itu harus ditolak. Tentu dibutuhkan faktor pendo-rong untuk dapat menyadari sifat itu dan selanjut-nya dapat mengatasi sifat egois itu. Bagaimanakah dan dengan cara apakah supaya bijaksana untuk mengatasi sifat egois itu? Melalui suratnya kepada kedua belas suku di perantauan, Yakobus memberi-kan dua pandangan supaya bijaksana mengatasi egoisme.

 

1.      Egoisme Adalah Kebodohan

Pada ayat 14-15 nats di atas berkata, ”Jika ... kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat....” Secara lugas Yakobus berkata bahwa mementingkan diri sendiri itu bukanlah hikmat. Karena kebalikan dari hikmat adalah kebodohan, dengan demikian kalau dikatakan mementingkan diri sendiri itu bukanlah hikmat, berarti sebaliknya mementingkan diri sendiri itu adalah kebodohan. Egois itu adalah kebodohan total. Orang yang tidak menyadari keegoisan-nya adalah orang yang berjalan dalam kebodoh-an. Orang yang berjalan dalam kebohohan adalah orang yang berjalan dalam kegelapan. Kegelapan membuatnya tidak dapat melihat yang benar. Kegelapan membuat matanya tidak berfungsi dan tidak dapat melihat apa-pun. Segala sesuatu yang dilakukan berdasar-kan kebodohan tentu akan menghasilkan kebodohan dan kerugian. Dapat dipastikan bahwa hasil dari kebodohan adalah kerugian, memalukan, kekacauan, kehancuran, kebobro-kan, kejahatan dan hal-hal negatip lainnya. Siapakah yang akan memelihara hal-hal yang demikian? Tentu tidak akan ada manusia yang normal yang akan memelihara kebodohan. Egoisme itu adalah kebodohan.

Untuk hal kebodohan ini Salomo dalam Amsalnya berkata, ”Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri. Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat.” (Amsal 5:22-23). Orang yang bijaksana tidak akan tersesat. Sebaliknya orang yang bodoh akan tersesat. Sebagaimana telah dijelas-kan di atas, seseorang menjadi bodoh adalah karena egois. Egoisme yang merajalela dalam diri seseorang membuat dia menjadi sangat bodoh. Orang bodoh akan tersesat karena kebo-dohannya, maka akan sulit menemukan jalan yang benar. Dapat dibayangkan ketika terjadi masalah menimpa kehidupan orang yang bo-doh, dipastikan dia akan semakin tersesat sebab tidak mungkin menemukan jalan keluar oleh karena kebodohannya. Sangat disayangkan kea-daan seseorang oleh karena egois dan menjadi bodoh, dan ketika menghadapi masalah kehi-dupan, maka masalah tersebut akan semakin menyesatkan hidupnya.

Keegoisan ini dapat digambarkan bagai-kan orang yang mengunci diri dalam ruangan yang dikelilingi cermin. Dia melihat kesegala penjuru dan dari segala arah dan yang kelihatan adalah dirinya sendiri. Dia berputar kemana saja dan meninjau dari mana saja namun yang terlihat adalah dirinya sendiri. Orang itu adalah orang bodoh. Dia tidak memiliki pertimbangan. Jangankan banyak pertimbangan, sedikit per-timbangan pun tidak ada. Orang seperti ini akan cenderung setres dan akan tertekan sepan-jang hidupnya. Tetapi kalau digantikan cermin itu dengan kaca bening dan jernih, maka matanya akan menembus jauh kesegala arah. Pandangannya akan jauh kedepan. Pandangan-nya akan menembus kaca itu dan dapat melihat segala sesuatu dan memiliki pemikiran yang obyektif dengan berbagai pertimbangan. Orang yang demikian sungguh-sungguh bijaksana. Orang yang demikian akan penuh denga ide-ide. Orang yang demikian pasti kreatif.

 

2.      Egoisme Menghasilkan Kekacauan

Pada ayat 16 nats di atas rasul Yakobus berkata, ”Sebab di mana ada ... mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam per-buatan jahat.” Wah ..., kiranya dijauhkan Tuhan segala sesuatu yang menye-babkan kekacauan da-lam kehidupan ini. Tentu tidak ada orang yang menginginkan kekacauan. Yang diinginkan orang adalah ketenangan, ketentraman, kedamaian dan keadaan indah lainnya. Yang diimpikan orang adalah suasana tenang dan damai. Tetapi keinginan dan impian itu tidak selalu tercapai. Bahkan besar kemung-kinan yang cenderung terjadi adalah justru sebaliknya. Kenapa demikian? Apa yang me-nyebabkan sehingga kecenderungan yang terjadi bukan ketenangan dan damai melainkan kekacauan? Berdasarkan ayat 16 nats di atas, yang menyebabkan kekacauan itu terjadi adalah egoisme. Tanpa disadari keegoisan itu menonjol dan akhirnya tanpa disadari juga ter-jadi segala macam kekacauan.

Kehidupan ini adalah kehidupan yang terhubung antara satu dengan yang lain. Dalam rumah tangga, hubungan itu terhubung antara suami dan istri juga anak secara silang antara satu dengan yang lain. Dalam keluarga atau famili terhubung dalam ikatan hubungan darah dan dipastikan sangat diharapkan kerja sama yang baik dalam segala hal. Dalam pekerjaan antara atasan dengan bawahan terhubung kerja sama secara sistematis dan terkait juga terikat. Di dalam gereja terhubung antara pendeta dengan jemaat, juga antara sesama jemaat untuk saling melayani antara satu dengan yang lain. Dapat dibayangkan jika terjadi kekacauan hanya karena tidak mampu menyadari dan menolak sifat egois yang sesungguhnya dapat diatasi. Jika dalam semuanya hal-hal yang di atas terjadi kekacauan, yang ada adalah kerugi-an, permusuhan, dan betul-betul kacau. Itulah sebabnya harus bijaksana mengatasi sifat egois, karena sifat egois itulah yang menyebabkan kekacauan.

Sesungguhnya tidak ada yang perlu di-persalahkan ketika terjadi kekacauan. Tidak perlu mencari dalang penyebab utama dari semua kakacauan sambil melihat kepada sese-orang yang pantas dicurigai. Curiga hanya menghasilkan curiga. Tun-tutan hanya mengha-silkan tuntutan. Yang menyalahkan orang lain akan disalahkan juga. Hanya ada satu hal yang harus diatasi, yaitu sifat egois dari dan di dalam diri sendiri.

 

    Demikianlah sifat egois yang ada di dalam diri harus diatasi, dan harus bijaksana mengatasi-nya dengan cara menyadari bahwa egois itu adalah kebodohan dan selanjutnya egois itu pasti meng-hasilkan kekacauan. Semestinya yang ada adalah hikmat dan bukan kebodohan, ketenangan dan bukan kekacauan. Kenapa harus terjadi kekacauan? Kenapa harus terpelihara kebodohan? Bijaksanalah untuk mengatasi egoisme.

Penulis : Pdt. Mangurup Siahaan

Tidak ada komentar untuk "Anda Harus Bijaksana Mengatasi Egoisme - Renungan Harian Yakobus 3:14-16"