Hidup dalam Ketentuan Allah - Amsal 16:9

 

Oleh Pdt. Mangurup Siahaan

“Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.” (Amsal 16:9)

 

Kemungkinan bagi orang-orang tertentu, perasaan tidak nyaman secara spontan muncul ketika mendengar atau membaca istilah “penentuan” atau “ditentukan”. Kenapa? Karena nyata-nyata, baik melalui khotbah-khotbah di mimbar dan melalui pengajaran di kelas teologi, banyak orang yang menentang kebenaran ini. Setiap kali terucap atau tertulis pernyataan yang mengatakan “kita hidup di dalam ketentuan Allah”, secara spontan banyak orang yang mengatakan: “kalau begitu manusia bagaikan robot dong!”. Pemikiran yang demikian dimiliki banyak orang. Bahkan konsep yang subur di dalam pikiran banyak orang adalah konsep-konsep yang senada dengan “kehendak bebas”, yang bunyinya berkata bahwa “hidup ini adalah pilihan”. Artinya, pada umumnya orang merasa bahwa hidup ini ditentukan oleh kehendak dan kemauan sendiri secara pribadi.


Sesungguhnya pandangan ini adalah pandangan yang tidak sesuai dengan Alkitab. Pandangan ini adalah pandangan yang kontradiktif dengan isi Alkitab. Sebagaimana nats di atas berkata bahwa yang menentukan arah langkah manusia adalah Tuhan. Dalam Mazmur 37:23 Daud berkata, “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya.” Dengan demikian sama sekali tidak ada sumbangsih dari diri manusia itu sendiri untuk segala sesuatu yang telah dan akan terjadi dalam kehidupannya. Namun demikian, mengapa konsep “kehendak bebas” yang kemudian berkata bahwa “hidup ini adalah pilihan”, “bagaimana jadinya kita nanti tergantung pada pilihan kita sekarang”, selalu merasuk pikiran banyak orang? Dari manakah sumber pemikiran ini? Namun dipastikan bukan dari Firman Tuhan! Alkitab tidak pernah menginformasikan konsep yang demikian.


Tanpa disadari orang pada umumnya, sesungguhnya mereka terjebak dengan konsep “eksistensialisme”. Apakah “eksistensialisme” itu? Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia, individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Konsep inilah yang merasuk dan selanjutnya merusak pemikiran banyak orang. Kemungkinan dapat dikatakan bahwa benih pemikiran ini telah dibawa oleh manusia dari rahim ibu. Itulah sebabnya dalam mazmurnya Daud berkata, “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” (Mazmur 51:7). Karena itulah semua manusia memiliki pemikiran itu kalau tidak mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh. Kalau tidak memahami pesan Alkitab dengan benar, maka yang ada adalah konsep eksistensialis. Pemikiran yang bersifat eksistensialis akan menyebabkan orang tidak menyadari kekeliruan atau kesesatan. Kenapa disebutkan pemikiran itu keliru atau sesat? Karena tidak mengakui lagi bahwa Tuhanlah yang menen-tukan arah langkah manusia.


Dampak yang sangat negatif akan terjadi dalam kehidupan orang-orang yang tidak mengakui bahwa Tuhanlah yang menentukan arah langkah hidup manusia. Kenapa? Berikut ini ada dua dampak negatif karena memiliki konsep kehendak bebas, yang berpikir bahwa hidup ini adalah pilihan atas kemauan sendiri.

 

1.     Berjuang Mengandalkan Kekuatan

Sebenarnya berjuang adalah naluri manusiawi. Sebagai contoh, ketika seseorang melihat sesuatu yang kotor, dengan sadar tentu secara spontan akan berjuang membersihkan, karena sadar bahwa yang indah itu adalah yang bersih bukan yang kotor. Kemungkinan contoh itu dapat mewakili seluruh kenyataan hidup dalam perjuangan bahwa berjung itu adalah naluri secara alami. Dengan demikian berjuang itu bukanlah sesuatu harus diajari, karena hal itu suatu naluri manusiawi yang dipastikan akan dilakukan oleh manusia yang sadar. Artinya manusia hidup pasti berjuang.


Masalah yang terjadi adalah bahwa manusia berjuang dengan mengandalkan keku-atannya sendiri. Kenapa demikian? Karena – sebagaimana dipaparkan di atas – manusia merasa bahwa hidup yang sedang ditempuh adalah kehidupan yang ditentukan oleh kehendaknya atau keinginannya semata. Tidak sadar dan tidak percaya bahwa sesungguhnya hidup ini adalah ketentuan dari Tuhan.


Nabi Yeremia menyampaikan firman Tuhan dalam Yeremia 17:5-8 demikian, “Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan ke-kuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapan-nya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak menga-lami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”


Inilah dampak negatif yang mengerikan jika orang berjuang mengandalkan kekuatan-nya sendiri. Bahkan nats ini berkata bahwa orang yang demikian sungguh-sungguh terku-tuk. Karena mengandalkan kekuatannya sendiri menjadikan hatinya menjauh dari Tuhan. Menjauh dari Tuhan berarti menjauh dari berkat, anugerah dan kasih karunia.


Surve membuktikan bahwa orang-orang yang stres atau mengalami kekacauan mental dan emosional adalah orang-orang yang selalu mengandalkan kekuatannya sendiri. Ketidak-stabilan pikiran dan perasaan seseorang menjadi tidak terkendali ketika seseorang mengandalkan kekuatannya dan memaksakan keinginannya sendiri. Kenapa? Tentu dengan sangat amat terbatas, tidak mungkin mampu memikirkan semua masalah hidup yang menimpa.


Akan jauh berbeda dengan orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Orang yang dengan sadar bahwa Tuhan telah menentukan arah langkah hidupnya, akan me-nantikan segala sesuatu dari Tuhan sesuai dengan waktu Tuhan. Pengharapan yang tidak pernah pudar selalu ada ditumbuhkan iman yang kokoh. Kekokohan imannya adalah kare-na percaya bahwa Tuhan telah menentukan arah langkah hidupnya dan dipantikan aman dalam lindungan Tuhan. Berdasarkan Yeremia 17:7-8, sekalipun mengalami panas terik, tapi daunnya tetap hijau dan tidak kuatir dalam tahun kering tetapi selalu menghasilkan buah.

 

2.     Keberhasilan menjadi kesombongan

Dapat dipastikan bahwa tidak ada orang yang senang dengan kesombongan. Orang yang sombong – tentu karena hampir tidak ada orang yang sadar akan kesombongannya – ketika dita-nya masalah kesombongan, orang yang sombongpun akan mengutuki kesombongan. Sekali-pun demikian, tentu diakui bahwa banyak orang yang dilanda kesombongan. Kenapa demikian? Kembali kepada penyebab di atas, karena tidak sadar bahwa Tuhanlah yang me-nentukan arah langkah hidup manusia.


Firman Tuhan datang melalui nabi Yesa-ya 2:11 berkata,  “Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditun-dukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu.” Demikianlah seriusnya masalah kesombongan itu sehingga ada hamba Tuhan yang terdorong untuk memotifasi supaya dapat mengatasi kesombongan, sebagai berikut:

ü Sadarilah bahwa keberhasilan; jabatan atau pekerjaan, harta atau materi bukanlah merupakan hasil dari perjuanganmu semata. Itu juga merupakan peran dari orang lain yang mendukungmu baik lewat doa, bantuan maupun cara yang lain.

ü Berkaitan dengan itu juga sadarilah bahwa Allah “mengutus” orang lain untuk membantu kesuk-sesanmu dalam hidup. Maka jangan juga lalaikan peran dan campur tangan Allah di dalam hidupmu.

ü Tujuan utama hidup bukanlah mau mencari harta namun mencari kebahagiaan. Karena itu harta tidak akan selalu memberi kebahagiaan bahkan justru sebaliknya membuatmu semakin tinggi hati. Kebahagiaan sejati terletak dalam relasi akrab dengan Allah.

ü Sadarilah bahwa hidup itu bagaikan roda berputar yang berarti tidak selamanya kamu akan menikmati kegembiraan namun juga pada suatu saat kamu akan mengalami sesuatu yang pahit. Karena itu saat kamu dalam singgasana kebahagiaan jangan melupakan orang lain atau jangan meninggalkan mereka.

ü Belajarlah dari ilmu padi yang semakin berisi semakin menunduk (rendah hati). Belajarlah dari kepribadian Yesus yang senantiasa bersikap rendah hati. Ia mengatakan, “Siapa yang meninggikan diri akan direndahkan dan yang merendahkan diri akan ditinggikan. (Lukas 14:11)

ü Kesombongan adalah racun dalam kehidupan bersa-ma sedangkan kerendahan hati adalah madu. Karena itu kamu tidak akan bisa hidup seorang diri mela-inkan tetap membutuhkan orang lain.

ü Hayatilah imanmu yang mengajakmu senantiasa menghargai ciptaan lain bahkan sekalian makhluk harus dihargai karena itu juga merupakan ciptaan Allah.

ü Pandanglah sejenak “ke atas.” Itu bisa menjadi renungan untukmu bahwa masih ada “sesuatu” di atasmu. Pasti juga masih ada orang yang lebih hebat darimu karena itu sadarilah kondisi itu.

ü Kesombongan bisa saja menjadikanmu lupa diri dan lupa sejarah hidupmu. Merenunglah sejenak bagai-mana kamu bejuang dan mengalami pahit getirnya hidup. Ini akan mengajakmu peduli dengan orang lain.

ü Berdoalah mohon kerendahan hati. Tanpa bantuan Allah dan peran Roh Kudus kamu tidak akan mampu mengatasi kesombongan itu.

2 komentar untuk "Hidup dalam Ketentuan Allah - Amsal 16:9"

Posting Komentar