Serunya Berteologi - Kesaksian Ev. Ivan Ariyandi Ginting
(Sebuah Kesaksian dari Seorang Pemuda
yang dipanggil Allah untuk Mengenal Pribadi-Nya)
Oleh Ev. Ivan Ariyandi Ginting
(Mahasiswa Tingkat 4, STT Kabar Baik)
Pada umumnya keseruan biasanya dirasakan ketika kita
sedang berada didalam keadaan
atau kondisi yang menyenangkan. Kesenangan yang dirasakan tiap orang tentu berbeda-beda alasannya. Contohnya saya, yang sedang memainkan
permainan atau game dalam sebuah aplikasi di smartphone, oleh karena saya
merasa sangat senang memainkannya sehinga timbul keseruan untuk terus
melanjutkan permainan tersebut.
Dalam hal ini saya
bukan mau membahas tentang keseruan dalam bermain game.
Melainkan mau berbagi pengalaman saya dalam
keseruan berteologi dengan latar belakang yang cukup unik. Saya terlahir dari
keluarga yang broken home (pecah
rumah tangga). Saya anak pertama dari dua bersaudara, dan saya lahir dari keluarga yang
mayoritas muslim. Saat itu saya masih sekitar usia 5/6 tahun. Saya tinggal
dengan seorang ayah, sementara
adik saya tinggal dengan ibu. Ayah menikah lagi dengan perempuan yang beragama
Kristen. Dan inilah awal mula saya masuk Gereja dan menjadi
orang Kristen saat duduk di bangku SD kelas 1. Hubungan mereka tidak lama
sampai pada akhirnya ayah menikah lagi dengan perempuan yang berasal dari Brebes yang beragama Islam - yah, itulah pernikahan ayah yang ketiga -. Ayah adalah orang yang keras. Tidak
pernah segan-segan untuk
main fisik ketika saya salah sedikit - ada
sedikit yang tidak sesuai dengan harapan ayah-. Hal itu terus berlanjut sampai saya
duduk di bangku SMP. Hal
itu membuat saya menjadi anak yang nakal di luar rumah, sekalipun
saya memiliki trauma jika melihat ayah sedikit bernada keras. Saya di sekolah
belajar agama Kristen tetapi di rumah atau di kampung halaman saya mengaku
muslim. Yah bagi saya pada saat itu tidak penting beragama. Kesibukan saya
hanya sekolah sepak bola. Jadi tidak pernah pergi ke Gereja maupun Masjid.
Singkat cerita
semua berubah ketika hadirnya seorang guru agama Kristen yang berlatar belakang
sama - lahir brokenhome, orangtua menikah tiga
kali, dll - sekalipun tidak sama
persis, dia juga adalah seorang pendeta dan ini membuat saya berpikir bagaimana
bisa hidupnya tenang dan merasa bahagia. Awalnya saya benci kepadanya karena
saya berpikir hidupnya enak, damai, tenang dan bahagia. Singkat ceritanya,
seiring berjalannya waktu saya semakin tertarik dengan Pendeta itu karena mendengarkan ucapan firman Tuhan yang ia sampaikan. Terasa
berbeda dengan khotbah para pendeta yang pernah saya dengar sebelum-sebelumnya.
Akhirnya beliau menjadi bapak rohani
saya, yang saya yakini sekarang bahwa melalui beliau Tuhan merubah hidup saya yang
mulanya hancur tiada harapan jadi timbul harapan di dalam Tuhan.
Saya memutuskan
untuk menjadi seorang pendeta, dengan berangkat ke Sekolah Tinggi Teologi
Kabar Baik, di Tangerang, Banten, untuk belajar mengenal Allah dengan mendalam dan sistematis.
Yah, liku-liku sulitnya menjadi Pendeta,
hingga kehilangan hak dalam keluarga, tamparan, pukulan, hinaan, bahkan disuruh
angkat kaki dari rumah di saat sekolah masih benar belum usai. Saya tidak menyesali
tekat saya untuk menjadi seorang hamba
Tuhan. Karena saya yakin dan percaya, Tuhan tidak tinggal diam melihat anak-Nya
kesulitan, Ia
pasti membuka jalan jika memang Tuhan menghendaki saya menjadi Hamba Tuhan.
Ketika perkuliahan dimulai, saya mengakui
bahwa memang berat
mengambil jalan tanpa dukungan dari keluarga. Tapi saya tetap membawa didalam doa,
dan puji Tuhan
sampai saat ini hubungan kami kembali normal, dan sekalipun mereka tidak lagi
tinggal dikota yang sama, tetapi komunikasi diantara
kami masih terus berjalan.
Saudara yang
terkasih, sebagai manusia yang lemah kita memang tidak pernah tahu hidup ini kemana, bagaimana, seperti apa
kedepannya. Namun ketika belajar teologi,
saya menemukan jawaban dari setiap perjalanan kehidupan yang telah saya jalani.
Bahkan pertanyaan yang pernah timbul dalam pikiran saya mengenai
pendeta yang di awal tulisan ini saya sebutkan, yakni “bagaimana bisa hidupnya merasa
tenang”, saya temukan
jawabannya ketika belajar teologi.
Teologi itu membuat saya sadar akan segalanya, bahwa semua yang kita jalani, pahit atau manisnya kehidupan ini ternyata
sangat berarti. Karena Tuhan yang merencanakan segala sesuatu atas kita dan ketika kita sadar bahwa
kehidupan kita berada dalam rencana
Tuhan, tentunya rencana Tuhan bukan rancangan kecelakaan melainkan rancangan
damai sejahtera. Semakin seru lagi teologi itu ketika kita mengaplikasikan nya
dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang saya pelajari dari teologi, saya jalani
dan lakukan dalam kehidupan saya, hal tersebut adalah karena teologi itu harus hidup dalam kita.
Untuk itu saya
bersyukur karena pernah mengalami kahidupan yang pahit, sehingga semakin besar
saya merasakan kasih Tuhan, ketika saya terpanggil atau tertarik untuk bisa
mengenal Allah lebih dalam dan mengetahui rencana Tuhan yang penuh dengan damai
sejahtera atas kita
umat-Nya. Marilah kita bersama-sama
belajar untuk mengenal Allah lebih dalam dengan membaca Alkitab dan menghidupi firman-Nya. Tentunya keseruan akan berteologi
akan kita rasakan ketika sudah hidup didalamnya.
Tidak ada komentar untuk "Serunya Berteologi - Kesaksian Ev. Ivan Ariyandi Ginting"
Posting Komentar